Senin, 12 September 2016

Tanpa Ibu dan Rumah

Lebaran yang kesekian kalinya,
Jauh dari Ibu dan Rumah.

Beruntunglah mereka yang masih mengecap masakan Ibu lebih sering daripada aku, bukan untuk menggerutu nasib yang tak layak untuk ditangisi, hanya saja ku takut ini menjadi kebiasaan yang lumrah dikemudian hari.

Menyenangkan? Tidak juga. Segala seuatu mulai terbayang apakah esok akan bangun lebih cepat untuk mengikuti Shalat Ied bersama umat yang lain, atau malah terkapar di tempat tidur baik itu karena suatu kemalasan maupun teritidur pukas akibat bergadang semalaman, like my usually habbit.

Setelahnya baru gelagapan mencari makanan yang hendak disuguhkan pada monster yang meronta didalam perut ini. Semalam sih teringat untuk membeli keperluan esok agar tidak perlu keluar rumah untuk mencari dan kebiasaan toko yang memang tidak buka saat lebaran pertama juga akan memperparah hal ini.
Perut keroncongan akan selesai setelah menghampiri salah satu rumah teman yang akan memberikan sajen untuk monster ini, yah lontong lah, setidaknya.

Sejak berkerja di perusahaan ini, jadwal Libur memang tidak bisa dikhususkan untuk berpulang ke rumah Ibu dan Bapak, kalau berniat keras memang bisa, hanya saja akan terlalu letih setelahnya dan pastinya Ibu akan memarahi aku karena hal ini.
Jarak antara rumah dan kantor sekarang tidak sama seperti dulu, 7 jam perjalanan darat. Sekarang, semuanya harus dilalui sampai 15 jam perjalanan darat, belum lagi waktu kembalinya. Membayangkannya saja saya sudah lelah. Tapi, jika aku terlalu kangen dengan Ibu, semuanya akan dilalui.

Lebaran Idul Fitri mungkin lebih banyak manfaatnya kalau sekarang, karena OrangTua pasti akan mengunjungi sanak saudara di provinsi sebelah, Medan. Dan itu tak terlalu jauh dari kota dimana aku tinggal. Cukup 2 jam perjalanan aku bisa menemui mereka p, itupun jika tidak terganggu dengan jadwal piket Mesin. Sudah cukuplah untuk bersyukur atas nikmat yang diberikan.

Mungkin karena dasarnya lebih prefer to be alone in my room (orang kata introvert) aku malah asik-asik saja jika seperti ini, tidak terlalu memikirkan orang lain yang datang dan harus bersalaman, padahal tidak tahu-menahu itu siapa dan hubungannya denganku apa, apalagi memikirkan salahku apa pada mereka. Leyeh-leyeh di tempat tidur seperti setitik penat yang harus dituntaskan dalam sekali katupan mata. Membaca buku yang telah lama tidak dilayani pun menjadi hal yang masuk akal untuk dijalani, menulis sedikit cerita tentang hari yang dijalani dalam blog penuh laba-laba pun bisa disinggahi, seperti ini.
Ibu tidak pernah berkata ingin ketemu atau kangen anaknya, tapi ia selalu senang saat kami (aku dan adik kedua) pulang dan menyiapkan makan untuk kami, ibu selalu bertanya ingin makan apa? Dan kemudian akan bercerita banyak tentang hari-harinya bersama si Bapak. Ibu sepertinya membutuhkan teman untuk bercerita tentang keluhnya selama menjalani hari, aku berpikir, ini seperti sudah tabiat wanita untuk didengarkan.

Liburan Idul Adha selalu memberikan akhir yang seperti ini. Hari libur yang tidak terasa sudah tiba pada penghujungnya. Dan aku kembali sendiri menjalani hari.




Kualasimpang, Bedroom. 12/09/2016