Kamis, 26 April 2012

Pelecehan Nilai Rupiah



Sudah dua kali dalam satu bulan ini, pelecehan sedikit pede diri dari pemanfaatan nilai uang terjadi di Kota ini. Tidak dalam derajat memalukan juga, tapi cukup membuat nganga dua katup bibir ini. Apakah karena kondisi ekonomi Kota ini yang mengalami Inflasi melebihi kota lainnya atau memang masyarakat sudah ini sudah tidak menghargai nilai pecahan dibawah lima ratus rupiah.


Case Pertama, Parkiran salah satu warkop daerah Hotel ternama di Kota ini. Memang saat sial ketika mampir hanya untuk bertemu kawan di malam hari dan belum memiliki satuan tukar karena tidak keburu singgah di mesin penyerahan uang. Merogoh kocek, tas, dan dompet cukup dalam saat itu mencari serpihan uang yang sekiranya mungkin tinggal dalam selipan kertas pembebat. And nothing, hanya tersisa recehan seratus dan dua ratus rupiah yang saat dikumpulkan cukup membentuk nominal dengan nilai yang cukup untuk jasa parkiran. Tapi, saat hasrat hendak memberikan setungkup recehan tersebut pada yang berhak, Dia berkata dengan nada falset'a "Uang itu gak laku lagi sekarang..." dengan mimik muka tanpa bentuk, hanya tatapan mata ini yang kosong menatap muka itu. Tanpa perduli, pergi ku mungkin akan lebih baik pada saat itu. Dalam pikir seperti ada yang salah antar keadaan tersebut, apa mungkin saya yang tidak peka akan keadaan Kota ini, atau hal ini hanya terjadi pada parkiran warkop tersebut. Ah yasudahlah.

Case Kedua, perjalanan menuju rumah rehat di Kota ini, seperti biasa menyempatkan waktu untuk mampir pada sebuah warung dagang untuk membeli sedikit persiapan menuju lapar yang tentu waktu kedatangannya. Hanya membeli sedikit belanjaan dengan total pengeluaran lima ribu lebih lima ratus rupiah saya memberikan lembaran lima ribuan selembar dan kepingan dua ratus serta tiga koin seratusan. Tapi, si Ibu berkata saat ku hendak memberinya, "Uda gak mau lagi orang pecahan seratusan dek.." SHOCK, segitu nistakah pecahan tersebut sekarang hingga tak bernilai di mata masyarakat Kota ini, walaupun ini bukan kali kedua saya mendengar alasan tersebut. Kemudian si Ibu melanjutkan dengan memberi sebuah alasan yang masih tidak masuk akal, "Cuma di Super Market yang masih terima, tapi gak apa Ibu terima, taruh saja di meja". Glek.

Sepertinya nanti saya akan banyak membeli di Market dengan bongkahan receh yang masih tersisa dirumah, atau harus mulai membiasakan pergi ke BI untuk selalu menukar semua recehan yang didapat selama padanan waktu dengan nominal yang lebih besar.

Pikir sarap saya, jika Kota ini sudah tidak bisa menerima nilai dari pecahan tersebut, sudah sebaiknya sebagai otoritas pemegang andil dalam menentukan nilai uang (red. BI) tidak lagi  mengeluarkan bentuk terbaru dari nilai tersebut, atau sebaiknya dihapuskan saja nominal tersebut dalam harga-harga. Ya ini cuma pemikiran sarap saya.

Jadi teringat akan rencana pemerintah untuk memangkas nilai uang, dan secara tidak langsung hal ini sudah terjadi di Kota ini.

Senin, 16 April 2012

Lebar Tapi Tak Lapang

Lebar, setidaknya lebih dari bentuk fisik saya yang masih Slim *lebih slim dari iklan salah satu produk minuman diet yang berjalan diantara dua manekin. Kata ini berujung pada sebuah bentuk fisik yang berkembang.


Lapang, masih berharap sesuatu tempat yang sering dikatakan Lapangan itu akan dapat menerangkan arti dari kata ini seutuhnya. Meskipun saat ini sebuah lapangan belum pasti memiiki maksud seperti apa yang kita pikirkan.


Jum'at kedua di Bulan ke Empat, Tahun ini.


Khutbah bergema dengan syahdu memasuki seluruh indera pendengar semua manusia di ruangan suci penuh pilar itu, masalah mendengar atau tidaknya itu hanya urusan personal indovidu itu dengan Tuhan nya. Sunat Jum'at itu telah selesai saat Ujar Salam terucap dari bibir seorang Imam dan para Makmum nya, ketika itu pula tradisi salam bersalaman antara sisi sejajar dilakukan *Niat untuk bermaaf-maafan.


Raga demi raga keluar berdesakan dengan jiwa penuh dengan kata sifat, saya rasa itu bisa menjelaskan semua dari perasaan mereka. Namun berbeda kiranya saat satu paras yang cukup tenang, gelisah saat disaat yang bersamaan. Dan seorang dengan tubuh lebih ramping dari kelompoknya menghampiri.


"Woi, Kenapa !!"
"Selop aku Hilang, sepertinya tertukar ma orang lain."
"Trus tuh selop siapa, lu pake?"
"Aku ambil yang lain, yang sama bentuknya ..."
"Tapi, ukurannya kan beda, kaki lu aja kesempitan."
"Ah, yang penting sama, ketimbang aku pulang nyeker."
"Terserah lu lah, Dosa'a kan di elu."
"Hahha ..."


Bentuk Lebar itu, mungkin "Daging dengan banyak keuntungan" atau malah "Lemak dengan banyak keburukan". Perkiraan Lebar akan memiliki Hati yang lebih luas menjadi sebuah Nila setitik yang jatuh dalam Belanga Susu, Saat saya bertemu onggokan nyawa itu.


Sifat untuk menerima dengan keluasan hati agar bisa memaafkan dan menerima lebih susah didapatkan "Mungkin" pada saat seperti itu. Tapi, bukan sesuatu yang sulit kan untuk dicoba.

Minggu, 15 April 2012

2 Imam 1 Remedial

Maghrib di Rumah Suci ...


Masbuk, niat'a memang tidak shalat di Mesjid terdekat karena ingin dirumah saja, apa daya ketika Aliran Listrik Nasional masih dalam keadaan trauma untuk bencana di senja hari masih padam hingga maghrib itu. Dan aku memutuskan untuk hijrah dan melakukan ibadah itu secara masal. Wudhu ku sudah dalam batas raka'at pertama, dan memaksaku untuk mengantri dalam stase kedua.


Ku penuhkan jajaran terluar disebelah kiri baris tersebut. Shalat ku untukMu dan kewajibanku. Suara gema setelah Imam berujar nyata terdengar di kanan indera pendengar ku. Ya, ejaan itu cukup membuat ku terusik. Bukankah saat seorang manusia sedang menyembahNya manusia lain tidak boleh bergumam didekatnya walaupun itu membaca Ayat Suci dari Nya ...


Seperti dua Imam sedang melafalkan kewajibannya namun dalam perbedaan bunyi. Satu untuk rukun ku dan satu yang lainnya lebih untuk mengganggu ku. Ku rasa khusyuk ku sudah tidak terlihat disini, dan untuk kesopanan tak mungkin ujar ini akan menghentikannya.


Salam terakhir, salam ku untukNya dan salam untuk Imam kedua dengan hati meminta maaf atas jeritan hati sebelumnya. 


Maghrib dengan remedial yang semoga kudapatkan kekhusyukan'a.

Si Kecil dan Kotak Amal

Jum'at kedua di Bulan April.


Tidak terlalu "manis" atau lucu, tapi tidak menumbuhkan rasa bosan juga untuk betah berlama-lama melihat parasa wajahnya. Orange, ya si kecil memakai orange arabian style untuk hari spesial ini. Tidak ingin duduk sendiri, Paha angkuh terus bertahan menopang beratnya. Si kecil bersama Ayahnya.


Kubus solid itu terus berjalan melewati serangkaian persinggahan akan sentuhan kulit. Tidak menunggu lama, Kayu bersudut itu hadir didepannya. 


"Ayo masukin uang yang ayah kasi tadi"..., 
"Iya, Yah" 


jawaban lembut itu mendayu seperti alunan nyiur. 


Ku Berpikir cukup lama, mengapa kubus bergerak tanpa kaki itu tak kunjung datang menyentuh ku !!. Ku Berpaling dan menatap wajah putih itu lagi, Si Kecil kesusahan untuk memasukkan Amal'a. 


"Ayo cepat, bentar lagi shalat'a mulai"... 
"Bentar Ayah"... 
"Loh kok ada lagi, Uang dari siapa ?"... 
"Yang tadi punya Ayah, ini titipan dari Bunda, dan ini punya Nenek"... 


Sssss, desir itu masuk dalam rongga jiwa ini. Rongga yang tadi'a tertutup tanpa knop, kini terbuka lega kembali.


"Ya sudah dimasukin, mau Ayah bantu?"...
"Gak usah Ayah, adek kan mau dapat pahala yang banyak"... 


Senyum Si Kecil, senyum Ayah, dan senyum ku. Bahkan sebuah kotak kubus dengan sedikit lubang kecil diatasnya tersirat menjadi senyuman indah.

Senin, 02 April 2012

pelaja-RAN pen-TING


Pelajaran penting ...

Setidaknya saya bukan manusia yang hanya memakan buku dengan lahapnya dan menjadikan perpustakaan sebagai rumah pribadinya. Ini bukannya sebuah pandangan sinis untuk mereka yang hanya menyukai hal yang berbau pendidikan dalam jalur psikopat melainkan sekelumit kritikan agar mereka lebih mengenal dunia dalam bentuk tak berwujud.

Ya, ilmu kan tidak seterusnya harus dicari dalam bentuk lembaran-lembaran huruf bertema, bagaimana langkah kita untuk mendapatkan ilmu itu juga menjadi sebuah pelajaran yang bisa kita ingat, misal; mencari buku sebuah materi yang sulit dicari dimana-mana dan secara tidak sadar kita dipaksa untuk terus mencarinya lewat berbagai cara, and yeah, itu juga ilmu.

Banyak pelajaran penting yang sering manusia dapatkan dalam hidup mereka di sepanjang pergantian umurnya.  Namun terkadang ketidaksadaran mereka akan arti "pengalaman itu ilmu terbaik" membuat segelintir orang mencari apa yang sebenarnya sudah di pelajari nya dari alam. Hanya butuh menarik seutas tali ingatan dalam otak untuk mengajarkan kembali bagaimana pengalaman itu bertindak dengan nyata.

Itu ilmu.